Pasangan KH Muhammad Amin dan Nyai Hj. Ruqayyah melahirkan seorang anak laki-laki pada tanggal 27 Sya‘ban 1347 H, bertepatan dengan bulan Juni 1920 M. Anak tersebut kelak dikenal dengan Abuya KH Muhammad Dimyati. Pendidikan agama sejak dini diterima Abuya dari ayahnya. Setelah bersekolah di Verpolg School, selain masih mengaji dengan ayahnya, Abuya juga mengaji kepada KH Zuhdi (menantu Kiai Madjid). Tamat dari Verpolg pada tahun 1936, para gurunya menyarankan Abuya untuk melanjutkan ke HIS, namun Abuya memilih mengaji di pesantren sesuai dengan pilihan ayahnya. Pada tahun 1942 Abuya melanjutkan sekolah di Pesantren Kadupeusing, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang, Banten, di bawah asuhan Abuya KH Tubagus Abdul Halim bin KH Tubagus Muhammad Amin dengan beberapa asistennya, seperti KH As‘aduddin, KH Muslim, dan KH Ace Syazili.
Abuya Dimyati belajar di Pesantren Kadupeusing hingga tahun 1949 dan memperoleh ijazah Thariqah al-Qadiriyyah wan-Naqsyabandiyyah yang kedua dari Abuya Abdul Halim, setelah sebelumnya menerima ijazah yang sama dari ayahnya, KH Muhammad Amin. Ijazah selanjutnya yang diterima Abuya Dimyati antara lain ijazah Thariqah asy-Syaziliyyah dari Mbah Dalhar di Watucongol, Muntilan, serta ijazah Hizb, Shalawat al-Ism al-A‘zham, Shalawat Basyarul Khairat atau ijazah shalawat lainnya dari Mbah Abdul Malik, Purwokerto. Perjalanan Abuya Dimyati menyusuri Pulau Jawa terus dilakukan, menyeberang ke Pulau Madura hingga tiba di Pulau Lombok. Di Lombok, Abuya berniat menyeberang ke Sumbawa kemudian ke Mekah, namun niatnya batal dan Abuya Dimyati memutuskan kembali ke Lasem untuk berguru kepada KH Baidlowi. Di Lasem inilah Abuya Dimyati menghafal Al-Qur'an 30 juz dalam waktu empat bulan.
Perjalanan rumah tangganya dimulai dengan Hj. Ashmah binti Abuya Jasir pada tahun 1948 ketika Abuya Dimyati mondok di Kadupeusing. Pernikahan ini dikaruniai 7 orang anak, yaitu Ahmad Muhtadi, Muhammad Murtadlo, Abul Aziz Fakruddin, Ahmad Muntaqo, Musfiroh, Ahmad Muqatil dan Ahmad Syafi’i (wafat ketika lahir). Pernikahan kedua Abuya Dimyati adalah dengan Nyai Qamariyyah, Karawang, ketika mondok di Mama Sempur Purwakarta, antara tahun 1951-1953. Pernikahan kedua ini memperoleh dua orang anak yang keduanya meninggal dunia saat masih bayi. Pernikahan ketiga Abuya Dimyati adalah dengan Nyai Hj. Dalalah binti KH Nawawi, ketika mondok di Mbah Dalhar, Watucongol, tahun 1956. Pernikahan ketiga ini dikaruniai enam orang anak, yaitu Ahmad Ajhuri, Qayyimah, Ahmad Mujahid, Ahmad Munfarij, Ahmad Mujtaba, dan Ahmad Muayyad. Pernikahan keempat Abuya Dimyati adalah dengan Nyai Hj. Muthi‘ah, Serang, pada tahun 1970 M. Melalui pernikahan ini Abuya Dimyati dikaruniai seorang anak, Muhammad Thoha yang meninggal dunia ketika lahir. Pernikahan kelima Abuya Dimyati adalah dengan Nyai Hj. Afifah binti H. Marhasan, Pandeglang, pada tahun 1997 dan tidak dikaruniai anak. Dalam menerapkan tahfiz Qur`an kepada para santrinya, Abuya Dimyati mengharuskan terlebih dahulu belajar kitab salaf secara mendalam sebelum menghafal Al-Qur`an. Menurutnya, ketika seseorang terlebih dahulu menghafal Al-Qur`an sebelum pandai memahami dan mengkaji kitab salaf maka ia tidak akan maksimal mempelajari Al-Qur'an.
Abuya Dimyati wafat pada 3 Oktober 2003 (7 Sya‘ban 1424 H) dalam usia 78 tahun. Abuya meninggalkan 3 orang istri, 6 orang putra, dan 2 orang putri. Karya Abuya yang telah dicetak di Pesantren Raudatul ‘Ulum Cidahu adalah Minhaj al-Istifa fi Khashaish Hizb an-Nashr wa Hizb al-Ikhfa, al-Hadiyyah al-Jalaliyyah fi ath-Thariqah asy-Syaziliyyah, Ashl al-Qadr fi Khashaish Fadlail Ahl Badr, Rasm al-Qashr fi Khashaish Hizb an-Nashr, Bahjah al-Qalaid fi ‘Ilm al-‘Aqaid, Nur al-Hidayah fi Ba‘d ash-Shalawat ‘ala Khair al-Bariyyah, dan Majmu‘ah al-Khutab. Selain karya tersebut, sebuah karya berjudul Madad al-Hakam al-Matin musnah dalam musibah kebakaran kediamannya pada tahun 1987.
(Harits Fadlly – Diringkas dari buku Para Penjaga Al-Qur'an, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2011)